JAKARTA (IndoTelko) Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) mengundang partisipasi publik dalam proses konsultasi atas dokumen Call for Information (CFI) terkait kajian regulasi dan kebijakan potensi implementasi teknologi Non-Terrestrial Network Direct-to-Device (NTN-D2D) dan Air-to-Ground (A2G) di pita frekuensi 2 GHz.
Kajian ini disusun oleh Direktorat Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital, di bawah Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, sebagai bagian dari upaya memperkuat kebijakan pemanfaatan spektrum nasional.
Kemkomdigi menyebut, konsultasi publik ini bertujuan menjaring masukan, data, dan praktik terbaik dari para pemangku kepentingan mengenai penggunaan pita frekuensi 2 GHz untuk pengembangan layanan komunikasi berbasis satelit dan udara.
Teknologi NTN-D2D memungkinkan perangkat seluler terhubung langsung ke satelit tanpa perlu menara BTS, sementara A2G memungkinkan komunikasi langsung antara pesawat dengan jaringan darat.
Kedua teknologi ini dipandang strategis untuk memperluas jangkauan layanan digital di wilayah terpencil, perbatasan, perairan, dan jalur udara Indonesia.
Dalam keterangan tertulisnya, Kemkomdigi menjelaskan bahwa kajian ini menjadi bagian dari Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Digital 20252029, yang sejalan dengan sasaran RPJMN 20252029.
Pemanfaatan pita 2 GHz untuk NTN-D2D dan A2G diharapkan mampu memperkuat konektivitas nasional, menjaga ketahanan komunikasi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi digital menuju visi Indonesia Emas 2045.
Dokumen CFI ini menyoroti potensi besar kedua teknologi tersebut dalam memperluas jangkauan digital, memperkuat sistem komunikasi transportasi udara, serta mendukung layanan darurat dan konektivitas di kawasan yang selama ini sulit dijangkau jaringan terestrial.
Melalui proses konsultasi publik ini, Kemkomdigi membuka ruang bagi operator telekomunikasi, penyedia layanan satelit, industri penerbangan, produsen perangkat, asosiasi, akademisi, serta masyarakat umum untuk memberikan pandangan terkait peluang teknis, kebutuhan spektrum, model bisnis, dan kebijakan pendukung implementasi teknologi tersebut.
Langkah ini diharapkan dapat memastikan arah kebijakan nasional yang inklusif dan berbasis kolaborasi, sekaligus mempersiapkan Indonesia menghadapi era konektivitas universal yang terintegrasi antara jaringan bumi, udara, dan luar angkasa.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan kemandirian konektivitas nasional sekaligus sejalan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya memperkuat akses internet bagi sekolah rakyat dan wilayah terpencil tanpa sepenuhnya bergantung pada layanan satelit asing seperti Starlink.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemerintah akan memanfaatkan teknologi untuk memperluas akses internet di sekolah-sekolah rakyat dan pusat pendidikan di pedesaan, namun tidak serta merta menyerahkan sepenuhnya pada infrastruktur asing.
Berbeda dengan Starlink yang beroperasi menggunakan spektrum global Ku dan Ka band serta memerlukan antena parabola khusus untuk menerima sinyal, teknologi NTN-D2D akan menggunakan frekuensi nasional 2 GHz yang dapat diakses langsung melalui perangkat seluler yang kompatibel.
Sementara Starlink dikelola secara tertutup oleh satu entitas global, NTN-D2D dan A2G memungkinkan partisipasi operator telekomunikasi lokal dan dapat diatur langsung oleh regulator nasional, sehingga menjamin kedaulatan data. Dari sisi efisiensi, teknologi ini juga berpotensi menekan biaya infrastruktur dan memperluas jangkauan layanan tanpa harus menarik kabel atau membangun menara di daerah sulit dijangkau.
Selain membuka peluang pemerataan konektivitas digital, teknologi ini juga akan memperkuat ketahanan komunikasi nasional, terutama pada situasi darurat atau bencana, di mana jaringan terestrial sering kali terganggu.
A2G dapat mendukung komunikasi transportasi udara dan sistem keamanan penerbangan, sementara NTN-D2D dapat memperkuat layanan publik berbasis satelit, seperti telemedisin, pendidikan jarak jauh, serta sistem informasi bencana. Dari sisi ekonomi, pemanfaatan pita 2 GHz secara lokal juga diyakini akan menciptakan rantai pasok baru di sektor perangkat dan infrastruktur, membuka lapangan kerja, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi digital.(ak)